Palung Mariana Adalah

Palung Mariana Adalah

PARA ilmuwan baru-baru ini melakukan sebuah ekspedisi laut di Palung Tonga, Samudra Pasifik dan menghasilkan penemuan yang mencengangkan. Mereka menemukan seekor hiu tidur pasifik berukuran besar yang terekam di kedalaman 1.400 meter di bawah permukaan laut. Hiu raksasa itu terekam dengan jelas di laut dalam.

Selama ekspedisi ke Palung Tonga, sebuah lokasi di Samudra Pasifik Selatan yang terkenal dengan kedalamannya yang ekstrem, para peneliti memasang kamera khusus untuk menjelajahi dunia di luar jangkauan manusia.

Lokasi yang jauh dari daratan dan belum dijelajahi oleh manusia ini mengungkap salah satu predator laut yang paling sulit ditangkap, yaitu hiu tidur pasifik (Somniosus pacificus).

Baca juga : Sinopsis Film The Black Demon: Perjuangan Bertahan Hidup Melawan Hiu Raksasa

Direkam dalam sebuah video, hiu luar biasa ini diamati pada kedalaman 1.400 meter. Hiu tersebut diperkirakan memiliki panjang sekitar 3,5 meter, meskipun beberapa dapat tumbuh hingga lebih dari 7 meter, menjadikannya salah satu hiu terbesar di laut dalam.

Hewan ini diidentifikasi sebagai hiu betina, sebagaimana dicatat oleh Jessica Kolbusz, seorang ahli biologi kelautan yang terlibat dalam ekspedisi tersebut.

"Pengamatan ini terjadi di sebelah barat Palung Tonga, kami berasumsi bahwa ia cukup besar, panjangnya sekitar 3,5 meter, berada di kedalaman 1.400 meter dan karena tidak adanya penjepit yang dapat diamati pada sirip perut, kami mengidentifikasi ia sebagai betina," ungkap Kolbusz dikutip dari ladbible.

Baca juga : Hiu Sang Raksasa Laut Ternyata Ada yang Berukuran Mini 20 cm

Kolbusz memberikan wawasan tentang perilaku hiu, dengan menjelaskan bahwa, saat kamera diturunkan, hiu tersebut langsung mendekati.

"Langsung menuju kamera, tetapi segera menyadari bahwa itu bukan santapan yang layak. Tidak lama setelah itu, ia menyadari rasanya tidak enak dan beralih ke umpan yang kami pasang sebagai gantinya," ujarnya.

Pertemuan yang menarik ini menawarkan kepada para ilmuwan pandangan unik ke dalam mulut hiu, sesuatu yang jarang terekam dalam film, terutama pada kedalaman seperti itu.

Baca juga : Penemuan Menakjubkan di Bawah Samudra Pasifik: Dasar Laut yang Hilang 250 Juta Tahun Lalu Bisa Mengubah Sejarah Bumi

Setelah melahap umpan yang melekat pada perangkat kamera, hiu yang sangat besar itu lalu berenang menjauh. Sehingga para ilmuwan dapat memperoleh gambaran jelas tentang seberapa besar hiu tersebut.

Melansir dari ladbible, hiu tidur pasifik merupakan predator senyap yang diciptakan untuk bertahan hidup di kedalaman laut yang dingin dan gelap. Hiu ini dapat bergerak dengan tenang di dalam air, sehingga menjadikannya pemburu ikan dasar yang luar biasa. Yang membuat mereka semakin menarik adalah makanannya. Mereka dikenal memangsa gurita Pasifik raksasa dan makhluk laut dalam lainnya yang tidak dapat dijangkau hiu lainnya.

Kolbusz menekankan bahwa hiu ini berkembang biak di perairan dingin yang terdapat pada kedalaman ekstrem, sering kali sekitar 2,5°C (36,5°F).

Baca juga : Gunung Bawah Laut Empat Kali Tinggi Burj Khalifa Ditemukan

Menariknya, hiu ini biasanya hidup menyendiri dan jarang ditemui manusia, sehingga rekaman seperti ini menjadi semakin berharga. Penemuan ini menambah lapisan menarik lainnya pada pemahaman kita tentang kehidupan laut dalam di Palung Tonga, wilayah yang telah lama menjadi area intrik ilmiah karena terpencil dan kondisi ekstremnya.

Palung Tonga, yang terletak di lepas pantai Selandia Baru di Samudra Pasifik adalah salah satu tempat terdalam di planet ini, dengan kedalaman lebih dari 10.000 meter. Lokasinya yang terpencil membuat sebagian besar satwa liar di wilayah tersebut masih menjadi misteri bagi para ilmuwan.

Penemuan hiu tidur pasifik baru-baru ini memberikan gambaran sekilas tentang dunia tersembunyi ini, tetapi para peneliti ingin menemukan makhluk aneh dan misterius lainnya yang mungkin bersembunyi di kedalaman tersebut. (Z-9)

Jakarta (ANTARA) - Pertandingan kualifikasi Piala Asia U-17 2025 antara Timnas Indonesia U-17 melawan Kepulauan Mariana Utara U-17 akan digelar di Stadion Ali Al-Salem Al-Sabah, Kuwait pada Jumat (25/10) malam. Laga ini krusial bagi Indonesia dalam upayanya lolos ke putaran berikutnya yang akan berlangsung di Arab Saudi pada 2025.

Pertandingan ini menjadi penampilan kedua bagi skuad asuhan Nova Arianto di Grup G Kualifikasi Piala Asia U-17 2025 setelah memenangkan pertandingan kontra Kuwait U-17 dengan skor tunggal 1-0.

Sedangkan, Kepulauan Mariana Utara U-17 menelan kekalahan telak 11-0 dari Australia U-17. Hasil ini menempatkan Indonesia di posisi kedua klasemen sementara, sementara Kepulauan Mariana Utara berada di peringkat terbawah grup G.

Sebagai informasi, kualifikasi Piala Asia U-17 2025 berlangsung pada 23-28 Oktober 2024, dengan beberapa pertandingan Timnas Indonesia yang sudah dijadwalkan.

Kendati demikian, laga Timnas Indonesia melawan Kepulauan Mariana Utara dapat disaksikan secara gratis melalui streaming di RCTI+ dan Vision+ pada Jumat malam ini.

Adapun waktu kick-off adalah pukul 21.30 WIB. Jadwal pertandingan Timnas Indonesia u-17 di babak kualifikasi Piala Asia U-17 2025 (ANTARA/PSSI)

Link streaming Timnas Indonesia vs Kepulauan Mariana Utara

1. RCTI+: https://www.rctiplus.com/?utm_source=artikel-portal&utm_medium=referral&utm_campaign=video-plus_home_timnasu17-mariana-indonesia

2. Vision+: https://www.visionplus.id/webclient/#/live

Penggemar diharapkan menggunakan layanan streaming resmi untuk mendukung keberlanjutan siaran sepak bola nasional. Saksikan laga ini dan beri dukungan penuh kepada Timnas Indonesia U-17 dalam upaya meraih prestasi di kualifikasi Piala Asia U-17 2025.

Baca juga: Demi alasan keamanan, PSSI wajibkan suporter miliki Garuda ID

Baca juga: Respon PSSI setelah peringkat timnas Indonesia turun ke 130

Baca juga: PSSI minta suporter tetap dukung penuh Shin Tae-yong di timnas

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra HarahapEditor: Alviansyah Pasaribu Copyright © ANTARA 2024

Alan Jamieson and Thomas Linley

Seekor ikan siput biru kecil ini diberi nama Paraliparis selti. Merupakan spesies baru dalam dunia hewan laut terdalam.

Nationalgeographic.co.id—Penemuan terbaru di dunia hewan, seekor ikan siput biru kecil ini telah mengubah pemahaman kita tentang ikan laut terdalam di dunia.

Pada 2018, tim ilmuwan internasional mempelajari Palung Atacama. Ini merupakan parit luas yang membentang di sepanjang pantai barat Amerika Selatan sebagai lembah bawah laut dalam yang mencerminkan Pegunungan Andes.

Tim, termasuk ilmuwan Universitas Newcastle, mengerahkan pendarat yang jatuh bebas untuk mengambil sampel makhluk laut dalam yang jarang di sekitar kamera dan perangkap dengan umpan. Dua sistem pendarat dari Universitas Newcastle mencatat tiga jenis ikan hadal siput dan salah satunya tidak seperti yang lain.

Ikan kecil berwarna biru ini, dilihat dari kedalaman sekitar 6.000 hingga 7.600 meter. Ia tidak terlihat seperti ikan keong hadal lainnya. Dengan mata yang besar dan warna yang mencolok, ikan ini menyerupai spesies ikan siput lain yang ditemukan hidup di perairan yang jauh lebih dangkal. Tim menggunakan teknik x-ray 3D yang disebut microcomputed tomography (micro-CT) dan DNA barcode untuk melihat di mana spesies baru ini cocok dalam keluarga ikan siput.

Yang mengejutkan tim, spesies baru itu tampaknya merupakan penghuni terpisah dari Palung Atacama. Spesies baru yang dimiliki adalah anggota genus Paraliparis. Spesies dalam genus ini sangat melimpah di Samudra Selatan Antarktika dan jarang ditemukan lebih dalam dari 2.000 meter. Secara signifikan, ini adalah pertama kalinya genus ini ditemukan hidup di zona hadal.

Zona hadal, juga dikenal sebagai zona hadopelagik, adalah wilayah terdalam dari lautan. Terletak di dalam palung samudera. Zona hadal berkisar dari sekitar 6 hingga 11 km di bawah permukaan laut. Terdapat dalam cekungan berbentuk V yang panjang, sempit, dan topografis.

Temuan spesies baru Paraliparis selti di dunia hewan memberi pemahaman baru tentang bagaimana dan kapan kehidupan semakin dalam.

Tim menamai spesies baru tersebut Paraliparis selti, yang berarti biru dalam bahasa Kunza dari penduduk asli Gurun Atacama. Deskripsi tersebut dipublikasikan 1 Oktober dalam jurnal Marine Biodiversity. Makalahnya diberi judul Independent radiation of snailfishes into the hadal zone confirmed by Paraliparis selti sp. nov. (Perciformes: Liparidae) from the Atacama Trench, SE Pacific.

"Saya menemukan keluarga ikan ini benar-benar menarik. Mereka sama sekali tidak seperti yang kita harapkan dari ikan laut dalam dan saya senang menunjukkan kepada orang-orang bahwa ikan terdalam di dunia ikan sebenarnya cukup lucu,” kata Thom Linley, penulis utama studi dan seorang peneliti tamu di Universitas Newcastle. "Bagi saya untuk membawa kamera ke tempat hewan-hewan ini tinggal, kamera itu terbuat dari baja tahan karat setebal beberapa inci dan kaca safir. Kamera itu kemudian merekam hewan-hewan halus dan cantik ini dengan sempurna beradaptasi dengan lingkungan ekstrem ini. Dengan kekuatan rekayasa, kami hanya bisa mengunjungi hewan ini dengan kikuk untuk waktu yang singkat.”

Baca Juga: Spesies Ikan yang Amat Hitam Ditemukan, Bisa Serap 99,9 Persen Cahaya

Baca Juga: Anglerfish, Ikan Laut Dalam yang Menyeramkan, Muncul Ke Pantai

Baca Juga: Dunia Hewan: Tubuh Ikan Jadi Jauh Lebih Besar Efek Pendinginan Laut

"Kami telah bertanya-tanya selama beberapa waktu apa yang membuat jenis ikan ini begitu baik untuk hidup di kedalaman. Mungkin itu adalah serangkaian kebetulan, kebetulan, yang terjadi dalam satu garis keturunan. Menemukan spesies baru ini memberi tahu kita bahwa itu lebih besar dari itu. Petir menyambar dua kali dan ada sesuatu yang istimewa tentang Keluarga ini.” tambahnya.

Spesies baru ini mungkin berevolusi dari spesies adaptasi dingin di Samudra Selatan. Ikan biru kecil ini membuka pertanyaan baru tentang hubungan antara suhu dingin dan adaptasi tekanan tinggi. Ia juga memberikan pemahaman baru tentang bagaimana dan kapan kehidupan semakin dalam.

"Paraliparis selti memberikan kesempatan fantastis untuk mengeksplorasi apa yang memungkinkan ikan hidup begitu dalam. Jika kita hanya memiliki satu garis keturunan untuk dipelajari, kita tidak akan pernah bisa memastikan sifat mana yang hanya merupakan bagian dari garis keturunan itu dan mana yang merupakan saus rahasia laut dalam." pungkas Linley.

Kura-Kura Leher Ular Rote Terancam Punah, Masyarakat Jadi Kunci Konservasi

Megaco (resmi H.248) adalah sebuah implementasi dari Media Gateway Control Protocol arsitektur [1] untuk mengendalikan Media Gateways di Internet Protocol (IP) jaringan dan masyarakat beralih jaringan telepon (PSTN). Dasar umum arsitektur dan antarmuka pemrograman awalnya digambarkan dalam RFC 2805 dan saat ini definisi Megaco spesifik adalah ITU-T Rekomendasi H.248.1.

Megaco mendefinisikan protokol untuk Media Gateway Controller untuk mengontrol Media Gateways untuk mendukung aliran multimedia di jaringan komputer. Hal ini biasanya digunakan untuk menyediakan Voice over Internet Protocol (VoIP) jasa (suara dan fax) antara jaringan IP dan PSTN, atau seluruhnya dalam jaringan IP. Dalam protokol tersebut merupakan hasil kolaborasi dari kelompok kerja MEGACO Internet Engineering Task Force (IETF) dan International Telecommunication Union ITU-T Study Group 16. IETF standar aslinya diterbitkan sebagai RFC 3015, yang kemudian digantikan oleh RFC 3525.

Istilah Megaco adalah sebutan IETF. ITU kemudian mengambil alih kepemilikan protokol dan versi IETF telah direklasifikasi sebagai bersejarah. ITU telah menerbitkan tiga versi H.248.1, terbaru pada bulan September 2005. H.248 mencakup bukan hanya spesifikasi protokol dasar di H.248.1, tetapi banyak ekstensi didefinisikan di seluruh H.248 Sub-series. Pelaksanaan lain Media Gateway Control Protocol arsitektur ada dalam protokol MGCP bernama sama. Ini digunakan melalui antarmuka yang sama dan mirip dalam aplikasi dan fungsi pelayanan, bagaimanapun, adalah protokol yang berbeda dan perbedaan yang mendasarinya membuat mereka tidak cocok.

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

No dia 3 de abril, os presidentes da ABES Maranhão, Jorge Athayde, ABES Pernambuco, Sérgio Santos, da ABES Sergipe, José Nunes, e a Diretora da ABES Mato Grosso, Denise Duarte, a convite do presidente da ABES Minas Gerais, Rogério Siqueira, visitaram, juntamente com representantes da seção mineira, os locais onde estão sendo construídos os novos distritos de Bento Rodrigues e Paracatu de Baixo, na cidade de Mariana, em Minas Gerais. Os integrantes do JPS-MG, Larissa Marques (coordenadora), André Horta, Ana Stela Takaesu, também participaram da visita.  Confira aqui mais imagens da visita.

A experiência denominada  “Vimver” faz parte do programa de mobilização da Fundação Renova para tentar vencer a desconfiança em relação ao trabalho que vem sendo desenvolvido na reparação, recuperação e reconstrução das áreas afetadas pelo impacto do rompimento da barragem de Fundão, ocorrido em 5 de novembro de 2015.

O maior desastre socioambiental do país no setor de mineração lançou cerca de 45 milhões de metros cúbicos de rejeitos no meio ambiente. Os poluentes ultrapassaram a barragem de Santarém, percorrendo 55 km no rio Gualaxo do Norte até o rio do Carmo, e outros 22 km até o Rio Doce.

A onda de rejeitos, composta principalmente por óxido de ferro e sílica, soterrou o subdistrito de Bento Rodrigues e deixou um rastro de destruição até o litoral do Espírito Santo, percorrendo 663,2 km de cursos d’água.

No local onde serão erguidas as moradias da nova Bento Rodrigues, as obras de terraplanagem estão bastante avançadas. Também estão sendo implantadas a infraestrutura de energia, água, esgoto, drenagem e arruamento. Após a conclusão e entrega dessa etapa, prevista para março de 2020, terá início a edificação das áreas coletivas (centro comercial, escola, posto médico), a demarcação dos lotes e a construção das casas.

A expectativa de Guilherme Tavares, engenheiro associado da ABES-MG, que atua nos projetos de água e esgoto dos distritos de Bento Rodrigues, Paracatu de Baixo e Barra Longa, é que a recuperação seja bem-sucedida. “Estamos confiantes de que esse trabalho de reparação trará muitas melhorias para toda a Bacia do Rio Doce. Serão 39 municípios atendidos por rede de esgoto e destinação correta dos resíduos sólidos. Acredito que em 2023, quando for realizado o 32º Congresso Nacional da ABES, em Minas Gerais, possamos apresentar esse estudo de caso virtuoso”, afirmou.

Também integraram o grupo, os membros da ABES-MG Eduardo Rigotto, Flávia Mourão, José Antônio da Cunha Melo, José Nelson Machado, Maria do Carmo Varella, Pegge Sayonara, Rômulo Resende e Ronaldo Vasconcellos.