Ilham Habibie Dari Partai Apa

Ilham Habibie Dari Partai Apa

"Jangkrik Bos" jadi sindiran praktik kolusi

Film CHIPS besutaan Warkop DKI pada 1982.

Frasa jangkrik bos kali pertama muncul di film Chips Warkop DKI tahun 1982.

Istilah jangkrik dalam kehidupan sehari-hari mungkin dikaitkan sebagai ucapan yang bermakna suatu umpatan.

Namun, dalam film Warkop DKI, ungkapan "Jangkrik Bos" bukan sebatas umpatan saja.

Dikutip dari Kompas.com (16/9/2024). ungkapan jangkrik bos adalah sinyal praktik suap-menyuap, kolusi, atau pemerasan.

Dalam film Chips Warkop DKI tahun 1982, adegan Kasino mengatakan jangkrik bos dibalas dengan adegan bosnya yang mengeluarkan 'uang tutup mulut' supaya aibnya yang tertangkap basah dengan perempuan tidak dibongkar.

Adegan itu mengisyaratkan bahwa ungkapan jangkrik bos sejatinya sindiran tentang budaya korupsi, kolusi, perbuatan tidak terpuji.

Jangkrik bos semacam satir, gaya kritik khas Warkop DKI kala itu.

Ungkapan jangkrik bos juga muncul kembali dalam film Warkop DKI Reborn yang diperankan oleh Abimana Aryasatya (Dono), Vino G Bastian (Kasino), dan Tora Sudiro (Indro).

Film tersebut hadir kembali ketika budaya korup masih menjadi pemandangan sehari-hari di negeri ini. Ternyata, Indonesia belum berubah juga.

Padahal, praktik korupsi menjadi salah satu faktor yang menumbangkan rezim Orde Baru pada 1998.

Pada zaman Orde Baru, kritik Warkop DKI dipandang kelucuan semata sehingga rezim ini tidak terusik karena itu hanyalah dialog da n adegan dalam film semata.

Padahal sejatinya Warkop DKI sedang memarodikan kehidupan nyata. Sama halnya dengan kata Graeme Turner di Film as Social Practice pada 1988, film tersebut merupakan praktik kehidupan sosial.

Karya sastra berupa film merupakan potret realita masyarakat.

(Sumber: M Subhan SD, Nur Zaidi | Editor: David Oliver Purba).

Suara.com - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Cinta Mega kini menjadi sorotan usai terekam sedang bermain game slot saat rapat  paripurna penyampaian pidato pejabat Gubernur terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APDB Tahun Anggaran 2022 di Gedung DPRD DKI, pada Kamis (20/7/2023). Memangnya Cinta Mega dari partai apa?

Dalam sebuah video viral yang telah beredar terlihat Cinta Mega yang sedang menatap layar tablet. Tabletnya memperlihatkan permainan mirip Candy Crush. Namun, banyak yang menduga game tersebut merupakan judi slot online.

Sebagai informasi, rapat paripurna tersebut dihadiri oleh Plt Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono itu disebutnya baru mulai pukul 15.00 WIB dari jadwal semula pukul 13.00 WIB. Terlihat Cinta Mega menayangkan game sejak pukul 14.00 WIB. Rapat tersebut hening karena mikrofon salah satu anggota DPRD DKI Jakarta yang lain bermasalah dan tengah diperbaiki. Cinta pun bertegur sapa dengan anggota yang lain.

Lantas siapa sebenarnya Cinta Mega ini? Berikut profil singkatnya.

Baca Juga: Percaya Cinta Mega Tak Main Judi Slot Saat Rapat Paripurna DPRD DKI, PDIP: Biar Urusan Dia dan Tuhan

Profil Cinta Mega dan Tuduhannya Bermain Game Saat Rapat

Cinta Mega adalah seorang politikus yang menjadi salah satu dari 25 anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta untuk Daerah Pemilihan (Dapil) 9 Jakarta Barat. Dia tergabung dalam Komisi C yang fokus pada urusan keuangan, yang meliputi pengelolaan keuangan daerah, pelayanan pajak, retribusi perbankan, aset daerah, aset milik daerah, perusahaan daerah, badan pengelola, dan perusahaan patungan.

Lahir di Jakarta pada tanggal 7 September 1963. Cinta Mega juga dikenal aktif dalam berbagai organisasi. Dia telah mengemban berbagai jabatan, termasuk menjadi Anggota Komisi E, Wakil Ketua Komisi C, Wakil Ketua Bidang Kesra dan Pemberdayaan Perempuan DPP DKI Jakarta, dan Bendahara DPC Jakarta Barat.

Atas tuduhannya bermain judi online, Cita Mega justru membantahnya dan ia mengaku bahwa sedang bermain game Candy Crush. Ia pun menjelaskan bahwa ia bermain game sebelum rapat paripurna dimulai. Lebih lanjut, Cinta Mega memiliki bukti bahwa ia mendengarkan pemaparan paripurna dan berjanji akan membagikan bukti-bukti yang membuktikan bahwa ia tidak bersalah.

Demikian ulasan mengenai siapa Cinta Mega yang merupakan politisi ketahuan bermain game saat rapat paripurna.

Baca Juga: Terciduk Main Game saat Rapat, Ini Kontroversi Cinta Mega yang Pernah Dipanggil KPK

Kontributor : Muhammad Zuhdi Hidayat

Pada era kekuasaan Orde Baru, Partai Golkar mendominasi dengan kemenangan mutlak sepanjang era tersebut. Namun setelah runtuhnya kekuasaan tersebut pasca gelombang reformasi perolehan suara partai ini cenderung tergerus.  Pada Pemilu 1971 merupakan kemenangan Partai Golkar yang menjadi langkah awal bagaimana partai ini medominasi hasil pemilu serta berlanjut pada lima pemilu selanjutnya di era Orde Baru.

Kemenangan dalam lima pemilu ini karena adanya dukungan oleh tiga pilar utama, yakni militer, birokrasi, dan teknokrat. Kondisi tersebut menjadikan Golkar sebagai The Ruling Party, pada Pemulu 1977 Golkar memperoleh 62,1 persen suara, Pemilu 1982 meraih 63,9 persen suara, Pemilu 1987 mencapai 73,1 persen serta Pemilu 1992 meraih 68,1 persen. Partai Golkar saat dibawah kepemimpinan Harmoko yang merupakan tokoh sipil pertama memperoleh suara tertinggi sepanjang pemilu. Pada Pemilu 1997, Golkar memperoleh 74,5 persen suara, bahkan di beberapa wilayah luar Jawa perolehan suara mencapai 90 persen.

Pada babak baru Partai Golkar setelah era Orde Baru banyak pihak yang memprediksi  partai ini akan habis bersama masa tersebut karena Golkar berdiri atas kekuasaan Soeharto saat itu. Namun hingga saat ini terbukti partai ini mampu bertahan sebagai salah satu partai besar. Terbukti setelah era reformasi pada Pemilu 1999 partai ini berada diurutan kedua setelah PDI Perjuangan dengan perolehan suara 22,4 persen. Umar Ibnu Alkhatab (dalam Partai Politik 1999-2019: Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, Penerbit Buku Kompas, 2016 halaman 125) menjelaskan bahwa bertahannya Golkar di Pemilu 1999 tidak lepas dari pembaruan yang dilakukan Golkar dengan paradigma baru, yaitu menciptakan kultur politik baru yang demokratis dan egaliter dengan berupaya memutus hubungan dengan sejarah gelap pada era Orde Baru.

Wilayah-wilayah yang menyumbang suara Partai Golkar pada Pemilu 1999, yakni Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah luar Jawa dengan sumbangan suara terbanyak sebesar 2,4 juta, setelah itu Jawa Barat dengan sumbangan suara 5,4 juta dan Jawa Timur 2,5 juta suara. Di Pulau Sumatera, pada wilayah Provinsi Sumatera Utara menjadi penyumbang terbesar yakni sebanyak 1,1 juta suara.

Pada Pemilu 1999 mulai terjadi perubahan politik dan konflik di dalam tubuh partai ini. Perpecahan yang terjadi yakni satu per satu kadernya memisahkan diri dan membentuk parpol baru seperti Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), Partai MKGR, Partai Karya Peduli Bangsa, serta Partai Patriot Pancasila. Terdapat tiga parpol yang pendirinya merupakan mantah elite partai Golkar, yakni Partai Nasdem, Hanura, serta Gerindra.

Pada Pemilu 2004, konsolidasi dan repoisi Golkar dengan paradigma baru berhasil mengembalikan kemenangan Golkar. Walaupun perolehan suara partai ini menurun menjadi 21,6 persen, namun penguasaan wilayah oleh Partai Golkar lebih luas cakupannya dibandingkan PDI Perjuangan. Sebanyak 27 provinsi dari 33 provinsi yang ada menjadi wilayah genggaman Golkar.

Wilayah kekuasaan Golkar meningkat tajam pada tingkat kabupaten/kota jika dibandingkan dengan Pemilu 1999. Dari 440 kabupaten/kota 61,6 persen (271 kabupaten/kota) menyumbang untuk kemenangan Golkar pada 2004 meningkat 36,4 persen dibanding pemilu sebelumnya. Basis massa Golkar sebagian besar (88,6 persen) berada diluar Pulau Jawa yang tersebar di 240 kabupaten/kota. Provinsi Sulsel merupakan wilayah hampir seluruh kawasannya menjadi penyumbang suara terbesar ke empat bagi SBY-JK dalam pemilihan presiden putaran kedua. Di Pulau Jawa Golkar hanya mempertahankan suara di 31 kabupaten/kota.

Pada Pemilu Presiden 2004, Partai Golkar mencalonkan pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid, di sisi lain Jusuf Kalla selaku pengusaha dan fungsionaris Golkar berduet dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari Partai Demokrat. Hal tersebut merupakan awal dari perpecahan di dalam tubuh Golkar. Kubu terbagi menjadi dua yakni kubu Akbar Tandjung yang mendukung Wiranto dan kubu Jusuf Kalla yang berduet dengan SBY. Hasil dari putaran pertama Pilpres 2004 menempatkan Susilo Bambang Yudhoyono –Jusuf Kalla pada urutan pertama dengan perolehan sebanyak 39,8 juta suara (33,574 persen) dan pasangan dukungan Golkar Wiranto-Salahuddin Wahid berada di urutan ketiga dengan perolehan suara 26,28 juta suara (22,154 persen). Pasangan dua teratas yakni SBY-JK dan Megawati Soekarnoputri-K.H. Hasyim Muzadi lolos untuk putaran kedua.

Perpecahan Partai Golkar semakin memanas ketika Jusuf Kalla dibebastugaskan sebagai Penasihat DPP Partai Golkar serta sembilan pengurus Partai Golkar dipecat sementara sebagai anggota maupun pengurus. Alasan pemecatan tersebut adalah karena Jusuf Kalla bersama sembilan fungsionaris lainnya dianggap telah melakukan berbagai gerakan secara sengaja, sistematis, dan terencana untuk tidak mematuhi keputusan rapat pimpinan partai. Pemecatan tersebut merupakan kali pertama sepanjang sejarah perjalan partai ini. Menurut Fahmi Idris, pemecatan ini cukup fenomenal karena sejak berdiri tahun 1964 dalam bentuk Sekber Golkar belum pernah ada pemecatan massal seperti itu. Menurut Idris, ini merupakan wujud kepanikan pengurus dan patut dipertanyakan dari segi kesetiakawanan (Kompas, 16 September 2004).

Pada putaran kedua pemilihan presiden, kubu Akbar Tandjung mendukung pasangan Megawati-K.H. Hasyim Muzadi sementara Jusuf Kalla terus melenggang dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Hasil akhir Pilpres 2004 dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Kemenang tersebut kemudian menjadi arus balik Jusuf Kalla di dalam tubuh partai Golkar.

Pada Munas VII Partai Golkar di Bali tanggal 16-19 Desember 2004, Jusuf Kalla berhasil mengalahkan Akbar Tandjung dalam perebutan jabatan Ketua Umum Golkar periode 2004-2009. Kemenangan tersebut mengukuhan bahwa penguasa dan pengusaha kini mendominasi Partai Golkar sekaligus semakin menguatkan wajah Golkar yang selalu menempel dengan kekuasaan.

Golkar terbukti mampu memanfaatkan dukungan basis massa yang sebagian besar ada di pedesaan dan di luar Pulau Jawa dengan berbagai isu yang lebih dekat dengan kultur politik lokal. Walaupun sering kali bersifat transaksional, seperti isu pembangunan fisik desa, dukungan bagi Golkar dari pemilih pedesaan terbukti menopang tegaknya partai ini yang mulai goyah di kawasan perkotaan. Pada ajang parlemen, Golkar ditopang dengan 120 kursi pada Pemilu 1999 dan 127 kursi pada hasil Pemilu 2004 serta beberapa menteri di dalam kabinet, sudah memberi amunisi yang cukup bagi Golkar untuk menaikan daya tawar dan menghalangi pembaruan-pembaruan politik yang mungkin bisa merugikannya.

Dalam tiga pemilu terakhir tercatat bahwa kantong-kantong suara Partai Golkar lebih banyak berasal dari wilayah luar Jawa. Dari perbandingan persentase suara nasional dibandingkan persentase perolehan suara di tingkat provinsi dapat diketahui pasokan suara paling besar dari partai ini berasal dari luar Jawa. Pada Pemilu 1999 Partai Golkar secara nasional meraih 22,4 persen. Sebanyak 17 provinsi tercatat perolehan suaranya berada diatas persentase suara nasional. Di Sulawesi tercatat rata-rata mendapatkan suara di atas 50 persen lebih. Pada Pemilu 2004 tidak jauh berbeda dengan Pemilu 1999 meskipun mengalami penurunan dengan raihan suara Golkar secara nasional mencapai 21,6 persen. Sulawesi menjadi pemasok terbesar karena wilayah ini mampu mendulang suara melebihi persentase suara nasional. Walaupun suara nasional turun, penetrasi kantong-kantong suara Golkar bertambah. Pada Pemilu 2004, provinsi raihan suara yang melebihi persentase nasional bisa bertambah menjadi 18 provinsi jika sebelumnya di Pemilu ada 17 provinsi.

Pada Pemilu 2009, partai ini mengalami penurunan perolehan suara yang cukup signifikan yang hanya mencapai 14,5 persen. Namun penetrasi kantong penguasaan wilayah kembali bertambah dengan perolehan suara melebihi persentase suara nasional di 22 provinsi. Sulawesi masih masuk dalam penyumbang terbesar suara karena raihannya melebihi persentase suara nasional. Meningkatnya suara dibeberapa provinsi, seperti Sulawesi Selatan tidak lepas dari sosok Jusuf Kalla yang merupakan putra daerah dari wilayah tersebut.

Pemilu 2014 merupakan momentum bagi Partai Golkar untuk tetap berada di papan atas kancah politik nasional. Golkar menempati posisi kedua teratas setelah PDI Perjuangan. Perolehan suara partai ini sebesar 14,7 persen yang setara dengan 18,4 juta suara dan menempatkan 91 kadernya di kursi DPR. Pemilu ini merupakan satu-satunya menjadikan suara Golkar mengalami peningkatan.

Sebelumnya, Partai Golkar selalu mengalami penurunan suara sejak 1999 hingga 2009 meskipun tetap bertahan sebagai partai papan atas. Namun, peningkatan suara yang terjadi tidak dapat menghantarkan partai ini untuk mencalonkan Aburizal Bakrie menjadi calon presiden. Golkar kemudian memutuskan untuk mendukung pasang Prabowo-Hatta Rajasa yang merupakan calon usungan Partai Gerindra, PKS, PPP, dan PAN. Di sisi lain, pada Pilpres 2014 Jusuf Kalla yang merupakan kader dan sekaligus mantan Ketua Umum Partai Golkar diangkat menjadi calon wakil presiden berpasangan bersama capres Joko Widodo.

Pada karakter pemilih, Partai Golkar selama Pemilu 2009 dan 2014, pendukungnya cenderung penduduk desa. Partai ini konsisten dengan basis pendukungnya di luar Jawa dalam dua pemilu terakhir. Pada Pemilu 2014, Partai Golkar memperoleh peningkatan dukungan dari pendukung yang berada di wilayah perkotaan dan di Pulau Jawa.

Pada segi demografi, partai ini telah lama diminati oleh pemilih usia 35 tahun keatas. Namun, pada Pemilu 2014 ada peningkatan persentase pemilih yang berusia 17-35 tahun. Partai ini pun dominan dengan dukungan pemilih yang bersuku selain Jawa. Sebagai partai nasionalis, Golkar cukup diminati oleh pemilih yang beragama selain Islam dengan persentase pemilih non-Muslim Golkar tiga persen lebih besar daripada persentase pemilih non-Muslim nasional.

Partai Golkar cenderung didukung secara merata oleh pemilih mulai dari tingkat pendidikan rendah hingga pendidikan tinggi serta kelas ekonomi bawah sampai atas.pada Pemilu 2009, mayoritas pendukung Golkar berprofesi sebagai wirausaha. Akan tetapi, pada Pemilu 2014, pemilih partai ini meningkat signifikan dari kalangan pelajar dan mahasiswa, aparat negara, serta pegawai swasta.

Sejumlah kader Partai Golkar membawa berkas pendaftaran Pemilu 2019 untuk diperiksa kelengkapannya di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung KPU, Jakarta, Minggu (15/10/2017).

Jim mungkin berubah-ubahSeperti dua terperangkap satuAtau satu dalam dua bentuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semua bermula dari tahun ke-4Masa ketakutan yang berbahayaJuga sekaligus pintu yang terbuka Bagi Mojo Risin terbang ke luas raya surga;Yang kemudian mabuk serta membakar bar.

Tetapi siapa yang suka dengan aturan Bukankah aturan dicipta untuk dilanggar?Ditabrak, atau bila bernasib baik bisa dilampauiTanpa sedikit pun meninggalkan jejak luka.

Di Pere La Chaise, nyalakanlah apimu, TuanNeraka masih butuh api tuk membakar pasiennyaDan panas akan menjadi dingin serupa matamu; Dan dingin adalah tepi paling sepi, sepertiKegembiraan yang ingin kau jadikan kesedihan.

Mengunjungi Magpie Lane

Sisa nafsu tertinggal di sinibarangkali hanya sementarabagaimana riak malam menjumlah retak mimpi dari sebagian gang sempit.

Aku tidak menemukanbentuk surga, Griffinhanya pelacur yang berjejer mengelamkan rupa bulan.

Jangan pulangsunyi belum juga raiborang-orang masih minummerayakan masa silamdi bar burung muraisetelah empat jam bir gagal dingin.

KOMPAS.com - "Jangkrik Bos" merupakan ungkapan yang populer dari film Chips Warkop DKI pada 1982. Film tersebut dimainkan oleh legenda trio komedian Warkop DKI, Dono, Kasino, dan Indro.

Ungkapan "Jangkrik Bos" kembali eksis.

Bakal calon gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ahmad Luthfi meneriakkan ungkapan tersebut saat konsolidasi Partai Gerindra di Gedung Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Demak, Jawa Tengah, Sabtu (14/9/2024).

Luthfi beberapa kali berteriak "Jangkrik Bos" dalam pidatonya yang kemudian disambut "Jangkrik!" secara bersama-sama oleh massa yang hadir.

Lantas apa arti ungkapan "Jangkrik Bos"?

Baca juga: Saat Melbourne Diserang Jangkrik hingga Membuat Warga Kesal karena Berisik...

Saat ditanya arti ungkapan "Jangkrik Bos", Luthfi mengatakan, ungkapan itu merupakan seruan motivasi bagi para kadernya untuk bekerja keras memenangkannya di seluruh titik tempat pemungutan suara (TPS) di Jawa Tengah.

"Jadi 'jangkrik bos' itu motivasi jangkauan semua titik. Artinya para kader itu bergerak sampai di titik-titik tertentu sampai paling kecil. Tidak boleh ada TPS yang kosong," kata dia dilansir dari Kompas.com, Minggu (15/9/2024).

Ungkapan itu disampaikannya ketika bertandang ke Demak untuk konsolidasi partai dan memperkenalkan diri bahwa dia bersama Taj Yasin Maimoen maju Pilkada Jateng.

Dia juga turut memperkenalkan Edi Sayudi-Eko Pringgolaksito yang maju dalam Pilkada Demak 2024.

Selain konsolidasi, kedatangan itu juga dimaksudkan dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada Senin (16/9/2024).

Dalam kunjungan itu, Luthfi memuji kader Gerindra Demak yang dinilai solid dan memiliki komitmen besar untuk memenangkan Pilkada 2024

Acara itu juga turut dihadiri koalisi partai pengusung dan pendukung paslon Edi-Eko utuk Pilkada Demak, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrat.

Hadir pula Partai Nasdem, Partai Buruh, Partai Ummat, Partai Hanura, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Perindo, serta Partai Bulan Bintang.

Baca juga: Jangkrik Bos!, Teriakan Ahmad Lutfhi Saat Konsolidasi Partai, Apa Maknanya?